Jarak, Rindu, dan Bisu



“ Aku pernah menjadi seseorang yang asing bagimu, tepat di sebelah bangku itu kau menatapku kosong di tengah kerumunan. Kau adalah jarak bagiku, yang terbentang jauh dan mustahil ku genggam, kau adalah rindu yang sebelumnya tak pernah aku rasakan, dan kau adalah bisu, yang menjadikanku kaku tak berdaya tuk mengatakan semuanya. “

Bel sekolah berbunyi, waktu yang tepat untuk menaikkan mood dan segera kembali ke rumah. Pulang dengan berjalan kaki sendirian itu adalah hal yang menyenangkan bagiku, dimana aku bisa memberikan waktu untuk diriku sendiri sembari memikirkan hal-hal diluar sekolah. Jarak sekolah yang nyaman untuk berjalan kaki juga menjadi alasan kedua kenapa aku melakukan ini setiap harinya, melintasi taman dan trotoar yang nampak sejuk dengan pohon bonsai di pinggirnya.


Langkah demi langkah aku lalui, banyak hal-hal yang ku pikirkan saat itu,namun di pertengahan perjalanan aku melihat seorang perempuan berjalan mengikuti laki-laki, dan ku lihat satu sekolah denganku, dan ternyata adalah teman sekelasku, Dito, aku tidak tahu apa yang mereka berdua sedang lakukan, nampak pulang bersama namun sepertinya tidak akrab, mungkin ya sedang marahan,pikirku. Aku mencoba mengamatinya lebih dekat, tapi perempuan itu seolah tahu maksudku sehingga mempercepat langkahnya.  Tapi apa daya, rasa malasku mengalahkanku sehingga ku putuskan untuk tidak meneruskannya, bukan urusanku juga.

********************************

Sabtu sore, adalah hari yang selalu aku tunggu di setiap hariku, hari yang sangat baik untuk memulihkan pikiran setelah dikerumuni tumpukan-tumpukan ilmu yang mungkin belum sempat terserap oleh otakku tiap harinya. Aku memutuskan untuk jalan-jalan dengan sahabatku sekalius tetanggaku ke taman kota dan danau dekat rumahku.
“ Mii, bawa apa gitu buat cemilan di taman ya” Dita berteriak dari teras rumahnya yang kebetulan rumah kami berhadapan.

“ Jajan aja, sekali-kali, Dit.”
“Mah, jalan sama Mia dulu ya, assalamualaikum. “ Terdengar Dita pamit dengan ibunya yang sedang ngerumpi dengan ibu-ibu yang lain di pos ronda sebelah rumahku.
“ Yuk Dit, gapake lama ntar keburu malem”
Kami pun segera berjalan menuju taman kota, dengan smartphone yang selalu dalam genggamanku serta Dita yang selalu bawa buku di setiap kesempatan. Sesampainya di taman aku duduk di bawah pohon kelapa yang tingginya mungkin hanya separuh dari pohon kelapa kebanyakan. Dita selalu mengawali obrolan di setiap ksempatannya denganku.

“ Kita tuh gini terus ga bosen-bosen ya, tiap Sabtu kesini mulu, kadang boring tapi enak juga hahaha..”
“ Ah kamu  mah ngomong gitu tiap kali keluar sama aku,Dit “
“ Kaya baru kenal sebelas jam sama aku,haha.”
“ Dah, aku butuh diem bentar mau nikmatin suasana.”
Dita pun berhenti berbicara dan mulai membaca bukunya, dia mungkin tahu aku sedang banyak pikiran, menjelang UN butuh pikiran yang prima, Dita satu tahun diatasku, dan dia sekarang melanjutkan S1, sehingga dia tahu betul apa yang aku rasakan saat ini.


10 menit berlalu, aku melihat sesosok laki-laki yang beberapa waktu akau jumpai di trotoar, ya benar dia adalah Dito, namun nampak aneh, dia sendirian dan ditemani dengan notebook yang berstiker semacam kartun. Aku berpikir untuk menghampirinya, namun aku tak enak, karena sosoknya yang sangat pendiam, nyaris tidak pernah mengajakku ngobrol selain di lab atau di kelas, kecuali aku yang menegurnya dulu. Namun sebagai teman dimanapun aku harus ramah, dan ku putuskan untuk mengahmpirinya.

“ Dit, ada temenku Dito bentar yah mau kuajak ngobrol”
“ Yaudah samperin aja gapapa, aku disini aja mau baca buku, santai”
Lalu aku pergi meninggalkan Dita dan langsung menemui Dito yang nampak kesepian.
“ Assalamualaikum, To , sendirian aja.”
“ Loh, Mia ngapain disini? Iya nih sendirian aja mumpung lagi sepi tamannya mau refresh pikiran, kamu sama siapa Mi? “
“ Sama temen, tuh lagi nerusin baca buku disana (sambil kutunjuk ke arah Dita), tumben To rumahmu kan jauh dari sini ?”
“ Hehe iya Mi, sekali-kali, duduk sini Mi jangan berdiri ntar capek”
“ ( aku duduk di sebelahnya ) Enak disini To, ga rame kaya taman deket rumahmu, sering-sering aja kesini aku juga kadang sendirian kesini gaada temen.”
“ Oh gitu ya hehe”
Obrolan demi obrolan kian mengakrabkan kami, sharing, curhat masalah kelas dan ujian, dan lainnya membuatku melupakan Dita, dan setelah aku menengok ke arahnya, dia sudah menghilang. Aku buka ponselku dan ada pesan dari Dita.
“ Mi, pulang duluan ya, aku mau buka puasa di rumah, kayanya kamu juga asik sama temenmu, gapapa ya ? See u Mi, ntar malem aku nginep rumahmu ya, aku udah bilang sama bundamu kamu lagi ketemu kawan lama haha”
“ (di dalam hati; Dasar ni anak,imajinasinya kemana-mana ngatain ketemu kawan lama)”
“ Mi, aku mau pulang, boleh minta nomor HP gak? Aku ga pernah nyimpen nomor temen sekelas sih, siapa tau aku butuh sesuatu, hehe kalau boleh”
“ Oh boleh dong, tulis sendiri di HP ku ya”
“ ( mengembalikan HP ku) udah Mi, nanti aku hubungin kalau aku mau main kesini atau kalau ada apa-apa, but ini kamu pulang naik apa?”
“ Aku jalan kaki tadi, gapapa udah biasa sih hehe “
“ Ayo ku anter, aku bawa motor sekalian kan searah”
“ Boleh deh, yuk”

************************

Jam 7 tepat, Dita ,mengetuk pintu rumahku. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan malam begini di rumahku. Namun sepertinya dia sedang sendirian di rumah.
“ Mi, nginep sini ya, ayah ke Solo sama ibuk, katanya Tokonya ada masalah”
“ Nginep aja Dit gapapa, emang kenapa sama Tokonya?”
“ Katanya ada supplier salah ngasih produk, terus ayahku kaget langsung kesana”
“ Oh gitu ya, moga cepet kelar deh”


Rasa kantuk yang menerpaku membuatku meninggalkan Dita yang sedang asyik bermain ponsel. Aku terpaksa meninggalkan dia pada saat itu. Selang beberapa menit ketika aku telah berbaring di kasur, ponselku berbunyi dan setelah aku lihat, ada pesan dari nomor baru.

“ Assalamualaikum Mia, aku Dito, tadi ngasih nomor salah hehe , aku dapet nomormu dari Bu Fani, mau ngomong aja sih seminggu lagi mau UN, semangat ya, semoga lulus bareng, sama satu lagi habis UN , Sabtu ke taman kota bareng bisa nggak? Mau ngobrolin Universitas kan kamu udah punya channel kakak kelas banyak, oke deh see u”
  Kenapa tiba-tiba Dito gaya bahasanya beda? Padahal selama ini dia di kelas hanya berbicara seperlunya denganku ataupun yang lain. Aneh sekali.
Bersambung...........

Komentar